Kepergian Pelajar Asal Uganda dan Pembaruan Niat



"Barang siapa pergi meninggalkan kampung halamannya dalam rangka menuntut ilmu, maka ia seperti orang yang berjihad di jalan Allah, sampai ia kembali menginjakkan kakinya ke daerah asalnya," kata Imam Masjid Madinah Bu'uts mengutip hadis Nabi dalam pengantarnya, sebelum memimpin para jama'ah melakukan salat jenazah.

Suasana semakin bertambah haru tatkala sang Imam membacakan doa selepas salat. Isakan-isakan haru pun mengiringi bacaan "Amin" mereka yang benar-benar merasa sedih atas kepergian saudara seiman mereka sekaligus sesama penuntut ilmu. Sejenak kemudian mereka berduyun-duyun mengiringi kepergian jenazah ke teras Masjid. Jenazah pun bertolak ke Bandara Internasional Cairo untuk dikirim di negeri asalnya, Uganda.

Nama pelajar tersebut adalah Muhammad Salit Malo, siswa SMA al-Azhar kelas dua. Sebelumnya, ia mengalami kecelakaan ditabrak mobil pada tanggal 14 Mei 2012, selepas ia keluar dari ruangan ujian akhir tahun di al-Azhar. 

Akibatnya, ia dilarikan ke rumah sakit Husein karena mengalami patah tulang serius dan kekurangan darah, dengan kata lain, keadaannya benar-benar kritis. Hingga akhirnya sebelas hari kemudian, tepatnya pada tanggal 25 Mei 2012, ia benar-benar pergi meninggalkan orang-orang yang mencintainya untuk selama-lamanya.

Namun sebagai mahluk yang dilebihkan oleh Allah dengan akal, sudah seyogianya kita merenung lalu mengambil hikmah di balik setiap kejadian, baik yang berupa musibah, maupun yang lainnya.

Salah satu yang patut menjadi bahan introspeksi adalah yang berkaitan dengan kutipan hadis Nabi yang dibacakan Imam tadi. Kita akan benar-benar seperti berjihad, tatkala langkah kita bertolak dari niat yang mulia, yaitu karena Allah semata dan untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada diri kita.

Sehingga saat ini peninjauan kembali terhadap niat kita menuntut ilmu perlu, bahkan sangat perlu dilakukan saat ini juga. Jangan sampai kita terus terbuai dengan keadaan, sehingga menyebabkan kita terlena dan melupakan tujuan kita meninggalkan kampung halaman.

Kita semua pun sangat mengetahui bahwa ajal siap menjemput kita kapan saja. Jangan sampai juga, ajal datang menjemput tatkala niat kita sudah tidak lagi bertolak pada keikhlasan dan kita sendiri jauh dari karakter dan prinsip seorang penuntut ilmu pada umumnya.

Sehingga yang dikhawatirkan, kita tidak lagi seperti berjihad di jalan Allah, namun terkategori hipokrit, yang hanya bagus di penampilan, akan tetapi dalamnya sangat bertolak belakang. Akhir dari perjalanan pun tidak berbuah surga, dambaan orang-orang yang beriman, melainkan neraka, tempat bertumpahnya penyesalan, kesedihan, dan siksaan yang menyakitkan.


Islamic Missions City, Sabtu, 26 Mei 2012 12.55

Abu Hanifah, Segelintir Fenomena Menakjubkan dari Perjalanan Hidup Sang Imam (bagian 1)


Untuk diketahui, ini adalah terjemahan dari kitab "Shuwar min Hayâh al-Tâbi`în". Kitab tersebut adalah karangan Sastrawan Besar dari Suriah, Dr. Abdurrahman Ra'fat Pasha (1920-1986). Coba-coba belajar menerjemah untuk mengisi waktu luang selepas ujian akhir tahun di al-Azhar. Semoga bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya. Mohon maaf kalau ada diksi yang kurang pas. 

“Aku belum pernah melihat orang yang lebih cerdas, lebih utama, dan lebih bertakwa dari Abu Hanifah.” (Yazid bin Harun)

Ia memiliki paras wajah yang menawan dan enak dipandang. Postur tubuhnya yang sedang-sedang, tidak terlalu tinggi, dan tidak juga terlalu pendek. Ia juga memiliki logika berpikir yang luar biasa dan tutur kata yang indah.

Ia memiliki banyak pakaian, selalu berpenampilan elegan, dan suka wewangian. Sehingga jika ia keluar rumah, orang-orang sudah mengetahui kehadirannya sebelum ia menampakkan dirinya.

Dia adalah Nu’man bin Tsabit bin Marzuban, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. Dialah yang pertama kali mengodifikasikan ilmu Fikih dan menyingkap keindahan ilmu tersebut. Dia juga dikenal sebagai peletak dasar sekaligus pendiri mazhab Hanafi.

Abu Hanifah hidup di masa transisi kekuasaan, dari Dinasti Umawiyah ke Dinasti Abbasiyyah. Pada masa tersebut para Khalifah dan gubernur sedang senang-senangnya memberi, hingga seakan rizki itu datang dari berbagai penjuru (karena melimpahnya), namun kebanyakan rakyat tidak menyadarinya.

Hanya saja Abu Hanifah lebih memilih untuk memuliakan ilmu dan dirinya sendiri. Tak pelak, ia pun bertekad untuk mengais rizki Allah dengan kerja keras dan usahanya sendiri, serta berkomitmen agar tangannya selalu berada di atas.

***

Suatu hari Al-Mansur, Khalifah kedua  Dinasti Abbasiyyah, memanggil Abu Hanifah. Ketika tiba di istana, sang Khalifah menyambutnya dengan senag hati dan memuliakannya layaknya seorang tamu besar. Al-Mansur pun turun dari singgasananya dan duduk di hadapan sang Imam. Beberapa saat kemudian ia mulai bertanya kepada Abu Hanifah tentang permasalahan agama dan dunia.

Manakala sang Imam hendak beranjak ke tempat kediamannya, sang Khalifah mengeluarkan kantong berisi 30.000 dirham (kurang lebih setara 1.05 Miliar Rupiah) untuk Abu Hanifah. Tak  ayal, ia pun berkata, “Wahai Amirulmukminin, sesungguhnya aku ini adalah orang asing di Baghdad, dan aku tidak mempunyai tempat untuk menyimpannya. Oleh karena itu, aku benar-benar khawatir jika aku membawanya pulang. Jadi simpanlah harta ini untukku di Baitulmal. Dengan demikian, kapan pun aku membutuhkannya, aku bisa mengambilnya darimu.”

Mendengar perkataan Abu Hanifah, Khalifah al-Mansur mengiyakannya. Namun tidak lama kemudian, ia dijemput Malaikat maut guna bersua di ribaan Tuhan. Setelah kepergian sang Imam, ditemukan harta peninggalan Abu Hanifah yang diinfakkan untuk rakyat, jauh melebihi apa yang diberikan Khalifah al-Mansur. 

Tatkala berita tersebut sampai ke telinga sang Khalifah, ia lekas berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Hanifah, ia begitu rendah hati dan sopan. Ia tidak mau mengambil sepeser pun dariku, ia begitu halus menolaknya.”

Abu Hanifah berprinsip bahwa sesuap makanan yang diperoleh dari hasil usaha sendiri, jauh lebih bersih dan mulia dibanding yang lain. Oleh karena itu, kita mendapati Abu Hanifah meluangkan waktu khusus untuk berbisnis. 

Abu Hanifah berbisnis sutera, kain tebal yang terbuat dari bulu domba, dan pakain lainnya. Kawasan bisnis beliau meliputi seantero negeri Irak. Ia adalah pebisnis yang memiliki kredibilitas tinggi, baik di dalam transaksi jual beli maupun yang lain.

Sehingga tak heran, para pelanggannya pun merasa puas, ketika melakukan transaksi dengannya. Abu Hanifah hanya mengambil yang halal saja dari hasil usahanya kemudiaan menginfakkan keuntungannya tersebut kepada yang membutuhkan.

Keuntungan bisnis Abu Hanifah sudah tentu mengalirkan kebaikan yang melimpah kepada dirinya sendiri. Bagimana tidak, ia menginfakkan karunia Allah tersebut tanpa tanggung-tanggung.

Ketika mendapatkan keuntungan besar, Abu Hanifah menghitung-hitung keuntungannya. Setelah itu ia menyisakan keuntungan tersebut untuk menafkahi keluarganya secukupnya. Adapun sisanyanya, ia menggunakan keuntungan tersebut untuk membelikan kebutuhan paran penghafal al-Quran, pakar Hadis, pakar Fikih, dan para pelajar.

Abu Hanifah juga memberikan tunjangan khusus kepada mereka. Ketika menyerahkan tunjangan tersebut ia mengatakan, “Keuntungan ini adalah milik kalian yang dikaruniakan Allah lewat diriku. Demi Allah, aku sama sekali tidak memberikan hartaku sedikit pun. Aku hanya memberikan karunia Allah berupa keuntungan bisnisku. Dan tentu tidak ada yang mampu memberikan semua ini kecuali Allah.”

Bersambung...

Islamic Missions City, 14 Juli 2011

'Meremehkan' Dapat Berujung pada Gangguan Psikis?


"Jangan pernah meremehkan kebaikan meskipun sedikit," kata guru-guru kita saat menasihati murid-muridnya.

Nasihat tersebut juga mengandung larangan untuk tidak meremehkan keburukan meskipun kecil. 

Memang benar, awal dari segala kegagalan dan kerugian yaitu membudayanya sikap meremehkan. Maka, anda jangan heran tatkala melihat orang yang pintar dan cerdas, lebih sering mengalami kegagalan dan kerugian di dalam usaha dan jerih payahnya. Atau, orang yang memiliki kadar kecerdasan yang biasa-biasa saja, bahkan di bawah rata-rata, namun acap kali berhasil dan meraup kesuksesan yang gemilang disebabkan konsistensi dan ketekunannya dalam berusaha.

Tidak hanya itu, sikap meremehkan merupakan pangkal dari sifat sombong. Inilah yang membuat Iblis terlempar dari kasih sayang Tuhan untuk selama-lamanya. 

Sikap meremehkan selalu timbul dari sikap yang terlalu percaya diri dan merasa pintar. Sehingga, hal tersebut berdampak pada munculnya kebiasaan menunda dan menunda. 

Jika "kebiasaan menunda" berlangsung dalam tempo yang lama, maka yang akan dikhawatirkan kalau kebiasaan tersebut menjadi karakter dan kepribadian kita. Dan tentu hal tersebut sangat merugikan, baik bagi orang yang bersangkutan maupun orang-orang di sekelilingnya.

Permasalahan pun tidak terhenti pada dampak yang merugikan. Tetapi, bermuara pada penyesalan yang akan kita bawa sampai meninggal dunia kelak. 

Penyesalan akan berdampak pada gangguan psikis yang tentu amat menyiksa batin dan menimbulkan sikap serba salah. Salah satu gambaran penyesalan yang bakal dibawa sampai hari kiamat kelak, tatkala kita tidak memanfaatkan anugerah kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita. Sehingga orang-orang yang tidak beriman, saat disiksa di Neraka mengatakan, "Seandainya saja aku dulu menjadi debu dan tidak pernah hidup."


Islamic Missions City, 13 Mei 2012

Kenangan



Memiliki cinta adalah kehidupan
Dengannya aku mencari dan berpeluh
Meski terkadang harus letih dipermulaan
Kemudian berjalan beriring setelah luluh

Bercinta hanya dengan suara manjanya
Bersama canda ria di kelopak matanya
Sesekali beradu acuh di depan biliknya
Bahkan meski saat berpisah tanpa kata

Kini jauh di cakrawala riak-riakmu yang menyebalkan
Atau terbawa angin sendu dedaunan kering isakanmu
Lalu jatuh dan menimbulkan gemercik kecil indahnya kenangan
Namun terkadang perasaan tak bisa terus terpasung di tempat itu

Ah, rasanya aku ingin kau menari dalam khayalan dan tatapan
Atau bernyanyi dengan senandung yang selalu kau perdengarkan
Bersama dingin malam dan desauan kecil rintik-rintik hujan
Esoknya pelangi bersua dengan kerinduan pada senyuman

Ini hari kau tak lagi dalam dekapan
Cinta ini terbawa bersama perpisahan
Kau telah terbang bebas di belahan sana
Sedang di sini bersama bingung terlupa

Islamic Missions City, 10 Mei 2012 05.15

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India