Balita itu terkubur reruntuhan
Bukan sekali dua kali mata memandangnya
Ada wajah-majah mungil di Palestina
Yang harus kembali lagi kepada Tuhan
Setelah menikmati dua tiga teguk napas kehidupan
Ada sedu-sedu bayi di Irak saat fajar
Namun kembali sunyi dibawah cahaya lembayung
Ada juga di Bosnia, Rohingya, Kashmir, dan pelosok-pelosok Dataran Biru
Raga ini tegar bersama miris jiwa yang menangis
Namun belakangan ini raga dan dan jiwaku sama-sama ringkih
Aku melihat bayi di Syiria terkubur reruntuhan rumahnya sendiri
Setengah raganya masih terbenam di bumi
Tidurnya pulas sekali
Rambutnya menguban
Kulitnya memutih
Iya, sisa-sisa reruntuhan melapisi tubuhnya
Jika sebelumnya para pembantai adalah musuh yang dituliskan Alquran
Maka di Syiria pembantainya adalah saudara mereka sendiri
Ia adalah teman bermain masa kecil
Sama-sama berlari mengitari kampung kelahiran
Lalu berteriak sekeras-kerasnya
Kekuasaan telah menutupi mata hatinya
Jabatan telah melenakan siang malamnya
Kini ia berpijak di atas kepala rakyatnya
Berjalan dan berlari seharian
Bayi itu terlalu lemah untuk dijadikan pijakan
Bayi itu seharusnya diiming-iming dengan kasih
Bayi itu adalah saudaramu, Kawan!
Jangan heran! Bayi itu akan jadi bumerang suatu saat nanti
Islamic Missions City, Syawal 1433 H