Setelah lama
terhayati, segala ciptaan yang ada di jagat raya ini pada akhirnya akan
mengerucut pada dua dimensi yang berlawanan. Jika pada wujudnya terlihar
samar-samar, sehingga menghilangkan kemutlakan di atas, maka yakinlah, bahwa
susunan eksistensi ciptaan, terdasar dari keberlawanan tersebut.
Eksistensi
ciptaan, berikut tabiatnya, tidak akan pernah ada hakikatnya jika hanya seorang
diri. Lihat, bagaimana anda bisa menyebut sebuah kehidupan, jika tidak ada kematian. Begitu juga laki-laki dengan perempuan, kanan dengan
kiri, atas dengan bawah, baik dengan buruk, siang dengan malam, dan lain-lain.
Begitulah! Jagat raya ini, dengan adanya
keberlawanan tersebut, telah didesain Allah dengan begitu seimbang, dinamis dan teratur. Selama sebuah eksistesi memegang identitas ciptaan, selama itu
pula ketiga hal tersebut melekat secara lahir dan batin. Lalu kesadaran akan
semua ini akan memaksa sebuah eksistensi untuk tunduk simpuh dibawah kebesaran
Sang Pencipta.
Akan Kami
perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami di alam raya, dan di dalam diri mereka
sendiri, agar hakikat itu terlihat jelas bagi mereka. Tidakkah cukup eksistensi
alam raya ini menjadi saksi keberadaan Tuhanmu?!
Akan tetapi
pada titik ini manusia dimuliakan eksistensinya dengan pemberian hak pilih
melalui anugerah akal. Ia sudah memiliki potensi untuk hidup seimbang, dinamis
dan teratur, sebagaimana fitrah penciptaannya. Namun pada realitas kehidupan,
untuk menemukan ketiga hal tersebut dalam diri seseorang tidak semudah mengedipkan
mata, karena ketiganya umpama sebuah jalan di persimpangan. Anda harus
melangkah berjalan untuk mendapati kedinamisan. Anda harus tegak agar bisa
mengenyam keseimbangan. Adapun titik kulminasinya adalah poros kehidupan anda
menjadi teratur.
Titik tekannya
adalah bagaimana agar keberlawanan yang ada dalam hidup ini membias pelangi
keharmonisan, yang menentramkan jiwa dan menghilangkan sekat-sekat
perselisihan.
Bawwabah III, Nasr City, 8 Mei 2013