Menelaah Buku al-Haqq al-Mubin, Milik Dr. Osama Sayyid Azhary [Pengantar]

Kali ini, biarkanlah saya menyampaikan isi pikiran saya mengenai buku al-Haqq al-Mubin, milik guru saya, Dr. Osama al-Azhary. Apapun bentuk tanggapan saya terhadap buku ini, tidak lain merupakan cerminan dari kebenaran yang saya dapati, lalu saya yakini sepenuh hati
.
Tidak peduli, apakah tanggapan ini berupa ketidaksepakatan sehingga berubah menjadi kritik; ataukah berupa sikap sependapat sehingga berubah menjadi pujian. Hal ini karena keyakinan saya yang mendalam, bahwa kebenaran, tidak lain merupakan hulu dan hilir kehidupan ilmiah seorang mukmin yang berakal sehat.

Dengan begitu, tidak ada lagi celah bagi siapapun untuk mengatakan, bahwa sikap sependapat saya adalah bentuk fanatisme saya terhadap Al-Azhar, atau cinta buta terhadap Dr. Osama khususnya. Begitu juga halnya ketika saya tidak sepakat dengan Dr. Osama, akan menciptakan benang merah antara saya dengan pihak yang dibabat habis oleh buku Dr. Osama; yaitu Jemaah Ikhwanul Muslimin, atau Sayyid Qutb khususnya. Sama sekali tidak ada. Sebab kebenaran yang saya yakini, jauh lebih agung dan lebih besar ketimbang kecintaan maupun kebencian saya terhadap siapapun.

Dalam hal ini, saya sepenuhnya sepakat dengan Abu Hayyan al-Tauhidy di dalam bukuya al-Basha’ir wa al-Dzakha’ir (1953:9), ketika ia mengatakan, “Kebenaran tidak manut kepada sesuatu, tapi segala sesuatu manut padanya. Kebenaran tidak ditolok ukur dengan sesuatu, tapi segala sesuatu ditolok ukur dengan kebenaran.”     

Kembali lagi ke Buku al-Haqq al-Mubin. Iya, buku tersebut sudah selesai saya baca sejak satu setengah bulan yang lalu. Sebuah buku yang saya baca secara teliti dan dalam. Menelaah ulang, secara detail, buku-buku yang dijadikan rujukan dan sandaran oleh Dr. Osama untuk menjustifikasi Sayyid Qutb dan pemikiran-pemikirannya. Membandingkan model interpretasi --salah satunya ayat ‘tamkin’-- ala Dr. Osama, dengan penafsiran para ulama.

Merenungkan secara dalam, ketika Dr. Osama mengatakan bahwa Al-Azhar tidak memonopoli hak interpretasi dan penggunaan teks-teks keagamaan. Berpikir keras, saat apa yang dikatakannya barusan ternyata tidak sejalan, ketika kita melihat realitas dan tataran praktisnya pada setiap pembahasan buku tersebut.

Berusaha sekuat mungkin menahan diri, saat melihat apa yang terjadi dan terpampang secara gamblang adalah Al-Azhar --atau lebih tepatnya Dr. Osama--; benar-benar merajalela dengan interpretasi dan keabsahan metodologinya, terlebih ketika ia menafsirkan ayat ‘tamkin’ pada Surat Yusuf.

Apalagi jika kita mencermati penegasan yang lebih dari biasanya, terkait metodologi, yang menurutnya, satu fondasi --bahkan satu kesatuan-- dengan metodologi para ulama Islam dalam bergelut dengan teks-teks keagamaan. Hal ini, menurut saya, bertujuan untuk mematenkan kapasitas penulis buku tersebut, sekaligus mematahkan argumen yang tidak sepaham dengan dia.

Jadi, logikanya, jika Anda menyalahkan pendapat, interpretasi teks-teks keagamaan, dan metodologi dia; maka Anda, secara otomatis, telah menyalahkan ulama-ulama Islam, berikut metodologi mereka, terkait hal-hal tersebut.

Kemudian ada hal yang ingin saya tegaskan, bahwa diskursus-diskursus yang ada di dalam buku ini seperti al-Hakimiyah, Takfir, Jahiliyah Modern, Jihad, Nasionalisme, dan lain-lain; bukan hal baru yang pertama kali diteliti secara komprehensif oleh Dr. Osama. Sama sekali bukan. Sebab sebelum buku ini terbit, telah ada puluhan buku milik para ulama dan peneliti, yang membahas setiap diskursus di atas, secara apik dan detail dalam satu karya tulis.

Jika Anda tidak percaya, silakan baca buku al-Daulah al-Islamiyah, milik Dr. Muhammad Imarah, misalnya, untuk pembahasan al-Hakimiyah; atau buku Hal al-Islam Huwa al-Hall?, milik Dr. Imarah juga, untuk pembahasan Nasionalisme; atau buku al-Jihad fi al-Islam, milik Dr. Ramadhan al-Buthi; atau buku Ibnu al-Qaryah wa al-Kuttab jilid ketiga milik Dr. Yusuf al-Qaradhawi, yang banyak dirujuk oleh Dr. Osama, saat membabat habis ‘pemikiran menyimpang’ Sayyid Qutb, berikut mendiskreditkan kapasitas keilmuannya; dan masih banyak lagi selain buku-buku yang saya sebutkan tadi.

Jadi, karena pembahasan-pembahasan buku ini sudah dibahas secara lebih apik dan lebih detail oleh para ulama dan peneliti, saya melihat buku al-Haqq al-Mubin ini lebih condong pada penegasan eksistensi Al-Azhar sebagai penjaga Islam dan Ilmu-Ilmu keislaman, dan pengukuhan keabsahan metodologi interpretasi teks-teks keagamaan ala Al-Azhar, atau lebih tepatnya ala Dr. Osama Azhary.

[Bersambung]


Islamic Missions City, 14 April 2015

Ahmad Satriawan Hariadi

MASIH

delapan purnama tertinggal waktu
memulai kembali langkah-langkah baru
setapak dua tapak dalam tatih
hingga akhirnya apa yang nampak jauh terbawa detik
saat aku tak kuasa lagi mengurai cerita tak berakhir
apalagi untuk sekedar menolehkan muka ke sana
iya, hanya apa yang terlihat saja


Islamic Missions City, 11 April 2015, pukul 23.50
Ahmad Satriawan Hariadi

Sisa-Sisa Harapan

ada sisa-sisa harapan yang berserakan
sedang waktu telah lama pergi
meski semua tak lagi sunyi
meski aku telah berlari
bahkan terlampau jauh dari biasa
jauh sekali..

ada langit yang tak lelah menangiskan gerimis
menemani napas dan darahku
lalu perlahan menghibur kusut hati
sejenak kemudian menawarkan senyuman

ada apa dengan sisa-sisa harapan usang ini?
bukankah semua telah lama membusuk lalu tak berjejak?
duhai, ternyata jiwaku ikut berpaut bersama busukan itu


Islamic Missions City, 10 April 2015, pukul 23.45

Ahmad Satriawan Hariadi

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India