Lokasi: Masjid Ahmad bin Tulun, Kairo |
Benar sekali. Siapa lagi teman setiaku kalau bukan kacamata
yang selama ini aku kenakan. Bahkan tidak berlebihan jika aku harus jujur,
kalau kacamataku adalah segalanya bagiku sejak aku mulai mengenakannya ketika
aku kelas tiga SMP. Dengan keberadaannya, aku kuasa menikmati keindahan dunia
ini sebagaimana orang lain pada umumnya.
Aku mulai merasakan betapa berharganya nikmat pengeliahatan
normal, setelah memakai kacamata. Aku begitu iri dengan mereka yang
pengelihatannya masih normal. Sangat iri. Bisa dikatakan kalau mengutuk
kecacatan pengelihatanku adalah ritual harianku. Terlebih jika aku melakukan
kesalahan --meskipun begitu sepele-- akibat kecacatan mataku tersebut.
Aku tidak tahu sudah berapa banyak tanggapan tentang
pemakaian kacatamaku. Mulai dari yang bilang aku tampak kelihatan cerdas dan
cool, ataupun sok keren dan culun. Ya. Kelihatannya saja. Manusia memang selalu
tertipu dengan sesuatu yang benama ‘kelihatan’. Seolah ‘kelihatan’ adalah fakta
yang sesungguhnya; sehingga begitu banyak waktu kita yang amat berharga,
terbuang percuma karena tersibukkan oleh ‘kelihatan’.
Kamarin, aku menjalani operasi lasik --walhamdulillah--
dengan lancar. Perasaan bahagiaku sungguh tak terlukiskan ketika keindahan yang
selama ini hilang; bisa kutatap kembali dengan mata telanjang. Inilah awal
perjalanan yang penuh dengan kesadaran akan pentingnya mensyukuri nikmat Allah
yang Maha Pemurah. Kesadaran akan pentingnya menjaga titipan-Nya yang begitu
berharga.
Semoga aku selalu diberi taufik untuk senantiasa bersyukur
dan menjaga karunia Allah yang Maha Pengasih.
Islamic Missions City, 27 Oktober 2016
Ahmad Satriawan Hariadi
1 komentar:
Selamat ya Tuan Guru. Semoga dengan nimat yang baru, Tuan Guru semakin bersumbangsih besar terhadap dunia akademik keilmuan Islam dan menjadi pioner kebanggaan Masisir dan Nusantara.
Post a Comment