Sungguh benar Imam Ahmad bin Hanbal Ketika mengatakan bahwa tidak ada
waktu untuk beristirahat bagi seorang mukmin, kecuali ketika kakinya telah menginjak
pintu surga. Sebab manusia, akan selalu punya musuh utama yang harus ia lawan,
sejak ia terlahir hingga menutup mata; yaitu dirinya sendiri.
Anda pun tahu bahwa ‘diri sendiri’ yang saya maksud di sini adalah hawa
nafsu yang begitu liar, keinginan untuk selalu mendapatkan hak tanpa peduli
kewajiban, ketamakan, keegoisan, kemalasan, dan lain sebagainya.
Berangkat dari sana, manusia tentu tidak akan benar-benar mengenal kata istirahat
ketika ia mendapati bahwa musuhnya bukan hanya dirinya sendiri, melainkan beberapa
manusia yang tidak kalah sigap dalam menyesatkan langkahnya, begitu juga dengan
keadaan yang ikut serta menciptakan disorientasi dalam kehidupannya.
Dengan begitu, memaksakan
prinsip persahabatan pada hal-hal yang telah nyata tertakdirkan untuk
menghempaskan kita dari perjalanan kita menuju Allah; tentu merupakan sebuah kedunguan.
Artinya, tidak selamanya prinsip persahabatan mendatangkan kebaikan sebagaimana
digembor-gemborkan selama ini.
Dengan begitu pula,
prinsip permusuhan mengambil kedudukan yang amat penting untuk kebaikan hidup
manusia di dunia maupun di akhirat. Prinsip permusuhan akan
kentara kegunaannya ketika menjadikan kita lebih siaga dan sigap dalam menangkal
segala upaya pemakzulan kita dari kafilah orang-orang ikhlas dan salih. Bahkan prinsip permusuhan akan menjadi kebutuhan mendesak, untuk melawan
berbagai kezaliman dan penistaan terhadap moral dan kemanusiaan.
Lalu ketika
peristirahatan tadi hanya akan ada ketika manusia mengecap kematian, kita harus
mengerti bahwa permusuhan tak akan mengenal kata akhir hingga seluruh manusia
lenyap dari muka bumi. Artinya, kita mestinya bermindset bahwa selain berjuang
untuk diri sendiri, kita juga harus menyiapkan dan mendidik pejuang-pejuang
tangguh yang akan melanjutkan perjuangan kita ketika telah tiada nanti.
Dalam hal ini, Anda
melihat dengan jelas bagaimana beratnya tanggung jawab yang harus dipikul
manusia ketika berada dalam kafilah kehidupan. Anda juga akan mendapati
bagaimana sebenarnya manusia begitu sibuk jika ia menyadari semua kewajibannya.
Saya, dalam hal ini, begitu setuju dengan salah satu tokoh Islam modern ketika
mengatakan, “Kewajiban lebih banyak dibandingkan waktu yang ada.”
Kita tidak mengingkari peranan
signifikan dari ajaran kasih sayang dan cinta dalam Islam yang selama ini begitu
getol dikampanyekan oleh mereka. Namun yang harus kita tahu, bahwa
ajaran kasih sayang dan cinta sama sekali tidak menafikan prinsip permusuhan
dan peranannya yang tidak kalah signifikan; mulai dari kehidupan pribadi
seorang Muslim, lalu kehidupan spiritualnya, kemudian kehidupan sosialnya,
bahkan kehidupan bernegaranya.
Sejarah Nabi dan
sahabatnya merupakan contoh terbaik di mana prinsip kasih sayang dan prinsip
permusuhan berpadu membentuk pribadi yang bernurani dan kesatria, pribadi yang
tawaduk dan visioner, pribadi yang lantang menyuarakan kebenaran di tengah badai
kebatilan sembari tidak mengharapkan apa-apa selain rida Allah, dan pribadi
yang tidak mengenal kata istirahat dalam menguatkan diri dan mendidik generasi
penerus untuk melawan tirani dan kezaliman.
Islamic Missions City, 23
Oktober 2016
Ahmad Satriawan Hariadi