Pelajaran dari Masa Lalu

Ini tentang kisah lama, sekitar tiga tahun lalu. Di penghujung musim semi, saya merasa kesabaran saya sudah mencapai titik nadir. Kesabaran untuk membuat apa yang sedang berkecamuk di dalam hati; tetap tak diketahui oleh lidah saya.
Ya. Ada faktor utama yang membuat kesabaran saya hancur berantakan, yaitu ketika melihat perempuan manis yang telah lama saya sukai, ternyata disukai secara terang-terangan oleh teman-teman saya. Mereka tak segan lagi untuk mengungkapkan perasaan mereka di media sosial.
Itulah yang membuat hari-hari saya tak karuan. Perasaan takut jika dia sampai memilih orang yang pertama menyatakan perasaannya; terus saja membuat tidur saya tak nyaman. Akhirnya dengan segala keberanian yang ada, saya mulai berpikir keras agar perempuan manis tadi—kalaupun pada akhirnya tidak ada gayung bersambut—paling tidak tahu, kalau saya mencintainya.
Saya pun memutuskan untuk memilih cerpen sebagai saranan untuk mengungkapkan perasaan saya. Lalu dengan segala kemampuan yang ada, saya menulis cerpen itu dengan serius. Saya berusaha sekuat tenaga agar plot dan konfliknya tak timpang alias mengalir normal, namun tetap sepenuhnya mewakili perasaan saya. Akhirnya jadilah cerpen “Puisi dan Cinta”.
Sebagai dampaknya, beberapa hari setelahnya, saya dan perempuan tadi terlibat percakapan yang lumayan alot. Intinya dia hampir mengiyakan, lalu secara tidak langsung meminta saya untuk bersabar. Sedangkan saya, dengan bodohnya, malah menganggap itu sebagai penolakan, kemudian menyerah begitu saja, sembari berkoar-koar kalau kasih saya tak sampai.
“Saya akan menyerah, sebagaimana seseorang yang juga menyerah; sebelum hati saya teraduk semakin dalam.” Itulah kata-kata terakhir perempuan itu, yang sampai detik ini masih melekat di ingatan saya.  
Ya. Harus saya akui, jika perasaan kecewa memang tak mungkin bisa terelakkan; ketika mendapati bahwa gayung cinta saya, pada akhirnya tak bersambut. Tapi paling tidak, di balik kekecewaan mendalam tadi, ada perasaan lega; ketika apa yang selama ini saya pendam dengan rapi, akhirnya bisa diungkapkan.
Anda mungkin bertanya kenapa saya menghadirkan lagi kenangan menyedihkan ini. Jawabannya adalah karena saya ingin menegaskan satu hal penting, yaitu kita tidak pernah benar-benar tahu apa selama ini tidak kita miliki, sampai hal tersebut benar-benar ada di depan mata kita.
Kejadian di atas menunjukkan kepada saya hal fundamental yang selama ini tidak saya miliki, yaitu kesabaran dan tidak gampang menyerah. Ya. Untuk sebuah pelajaran dari hidup, terkadang kita harus mengorbankan sesuatu yang berharga. Bahkan sangat berharga. Yaitu kehilangan dia untuk selamanya.

Cairo, 22 Juli 2017
Ahmad Satriawan Hariadi


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India