Tak banyak yang bisa kuperbuat
akhir-akhir ini. Semua telah berubah. Perasaan, cara pandang, gaya hidup,
bahkan diriku sendiri. Aku tidak lagi mengenalnya. Bagi kebanyakan orang, aku
mungkin terlalu berlebihan. Namun aku sendiri tidak peduli dengan opini mereka
sedikitpun. Toh yang menjalani kehidupanku adalah aku. Yang merasakan akibat
dari kejadian ini hanya aku. Aku menjalani dan mengalaminya secara langsung,
sedang mereka menjalani dan mengalaminya lewat rabaan khayal.
Pada tahap ini aku menyadari
satu hal penting, bahwa perpisahan tidak pernah mengenal kata mudah dan sederhana.
Terlebih orang yang begitu perasa sepertiku. Perpisahan selalu meninggalkan
hati yang bimbang, pikiran yang mengganjal, dan perasaan yang tak menentu. Aku
tidak melihat hal yang begitu ampuh untuk meredam dampak dari perpisahan selain
waktu. Ya. Membiarkan waktu yang menguraikan semua sedu sedan itu, semua perih
dan sedih itu, dan semua bimbang dan putus asa itu.
Mereka yang selama ini
mengataiku sebagai laki-laki lemah dan tak berprinsip, karena reaksiku yang
sedemikian rupa saat perempuan yang kucintai meninggalkanku; tidak pernah
berpikir walau sesaat untuk melihat semua itu dari kacamataku. Apakah mereka
tahu bagaimana sosok perempuan itu di mataku? Apakah mereka menyadari betapa
berharganya ia di sisiku? Apakah mereka merasakan sejauh mana ia ikut andil
dalam perjalanan hidupku selama tiga tahun terakhir ini?
Jika mereka mengetahui dan
merasakan sedikit saja apa yang kutahu dan kurasakan; mereka tidak akan
segan-segan untuk mewajarkan semua tindakanku paska kejadian itu. Bahkan mereka
mungkin akan ikut menemaniku meratapi ‘ketidakadilan’ yang menimpaku. Namun
sayang, mereka lebih senang melihat semua itu dari kacamata mereka
masing-masing. Lalu ketika ada sesuatu yang tak patut di mata mereka terjadi;
mereka tidak akan mengulur-ulur waktu untuk mengatai bahkan mendiskreditkan
Anda.
Kini sudah dua bulan perempuan
itu pergi. Dalam dua bulan ini juga, ia telah berusaha mengaktualkan mimpinya;
yaitu menikah secepat mungkin. Sementara itu, pada waktu yang bersamaan, aku
masih terpasung oleh ketidakjelasan. Aku masih tertahan oleh kebencian dan
kekecewaanku kepada perempuan. Aku masih dihantui rasa takut, bahwa perempuan suatu saat akan meninggalkanku lagi seperti kejadian ini, ketika aku tak mapan dan tak ada
kesiapan; bagaimanapun besar cintanya kepadaku.
[]
Cairo, 15 Mei 2017
Ahmad Satriawan Hariadi