Bapak Dan. Foto terakhir beliau yang aku ambil pada 12 September 2018 lalu. |
Bapak Dan. Begitu kami semua memanggilnya.
Bapak Dan adalah kakak tertua bapakku, dari delapan bersaudara. Bagi Bapak Dan,
kata ‘kakak’ bukan sekedar nama untuk seseorang yang lebih dulu lahir dari
saudara-saudaranya. Itu adalah tanggung jawab mahaberat yang seringkali—bahkan
selalu—membuat ‘kakak’ berada di urutan terakhir dalam hal prioritas. Menjadi ‘kakak’,
bagi Bapak Dan, adalah menjadi orang yang paling berlapang dada dan berjiwa
besar, menjadi orang yang paling peka dan peduli, dan menjadi orang yang paling
bertanggung jawab atas nasib adik-adik dan keluarganya.
Bapakku selalu menegaskan bahwa
kalau bukan karena Bapak Dan, ia tidak akan mungkin bisa menamatkan pendidikan tingginya.
Dengan menceritakan itu, bapakku seakan-akan ingin mengatakan kepadaku sebagai
kakak tertua, “Jadilah kakak yang baik seperti Bapak Dan!” Semua paman dan bibiku
juga sering mengatakan hal serupa. “Bapak Dan-mu itu sudah seperti orang tuaku sendiri,”
kata Paman Lil kepadaku. “Oleh karena itu, ketika Bapak Dan menyuruh apapun,
dalam keadaan bagaimanapun; aku tidak pernah bilang tidak.”
Semasa kepulanganku ke Tanah Air
beberapa waktu lalu, setelah delapan tahun meninggalkan keluarga besar; aku
sering mengunjungi Bapak Dan. Pembawaannya yang tenang dan berwibawa, raut
wajahnya yang cerah dan sorot matanya yang tajam, kata-kata bijak yang sering
ia lontarkan; semuanya mengisyaratkan pada dua hal, yaitu kebesaran jiwa dan
tanggung jawab. Dua hal yang menjadi modal utama untuk menjadi kakak yang baik,
orang tua yang baik, guru yang baik, pejabat yang baik, dan pemimpin yang baik.
Bapak Dan yang selama 40 tahun
menjadi Guru Negeri, juga pernah menjadi wali kelasku selama dua tahun
berturut-turut, yaitu ketika aku kelas IV dan kelas V SD. Selama itu pula, aku belajar
banyak hal darinya. Jika ada hal yang bisa dibanggakan pada diriku saat ini,
maka aku aku tidak akan segan-segan untuk mengatakan bahwa ada tangan Bapak Dan
di sana. Ya. Bapak Dan memiliki andil yang signifikan dalam mengasah beberapa
kompetensi dasarku, seperti berhitung, menulis, menganalisis, dan bernaluri kompetitif.
Hari ini, tanggal 8 Januari 2019, dalam
usia 62 tahun, Bapak Dan menghembuskan napas untuk terakhir kalinya, setelah
selama dua tahun terakhir berjuang melawan penyakit jantungnya. Dengan penuh
kepasrahan dan kerelaan terhadap takdir Allah, aku hanya bisa mendoakan, semoga
Allah memberikan rahmat dan ampunan kepada Bapak Dan. Semoga Allah menempatkan
Bapak Dan di Firdaus-Nya.
Cairo, 8 Januari 2019
Ahmad Satriawan Hariadi
0 komentar:
Post a Comment