'KESENDIRIAN'

Begitu banyak orang di samping kita; di rumah, di sekolah, di tempat kerja, dan di setiap jengkal yang tertapak dari dunia ini. Bahkan jumlah manusia yang begitu banyak di dunia ini, sangat cukup menjadi alasan yang paling logis bagi manusia untuk tidak mengenal kata 'kesendirian' dalam hidupnya.
Nyatanya kebanyakan dari kita justru selalu merasa sendiri, dan senantiasa mengutuk 'kesendirian' kita tersebut. Hati kita yang gersang dan perasaan kita yang tidak menentu; merupakan indikator yang paling signifikan dari 'kesendirian' yang saya maksudkan.
Pada titik inilah kehormatan diri atau harga diri manusia, benar-benar diuji eksistensinya dalam diri kita. Karena akutnya kesendirian tersebut, kita tidak segan lagi mengumbar 'kebobrokan' kita kepada siapa saja yang dekat dengan kita saat itu, bahkan kepada orang yang menaruh kebencian yang amat dalam dengan kita.
Karena parahnya kesendirian tersebut, kita tak kuasa lagi mengontrol diri kita. Semua kekejian yang dibisikkan oleh hawa nafsu sebagai solusi, langsung saja kita laksanakan tanpa membuang-buang waktu.
Jadi, dengan kesendirian inilah kita bisa mengetahui kapasitas dan kekuatan kita sendiri dalam menapaki kehidupan. Dan yang lebih penting, hanya kesendirian inilah yang kuasa membongkar kemunafikan seseorang.
Sehingga, anda jangan heran, jika melihat orang yang begitu taat menjalankan perintah Tuhan; tiba-tiba digelandang aparat negara karena mencuri uang rakyat. Atau anda tidak perlu heran, jika anda mendapati pemimpin yang begitu ramah dan senantiasa menebar senyuman kepada khalayak; tiba-tiba diberitakan media kalau ia adalah seorang playboy yang memiliki banyak wanita simpanan.
Oleh salah seorang ulama, kesendirian ini merupakan noktah kelemahan yang seringkali dimanfaatkan oleh Iblis dalam menjalankan misinya. Jika anda tidak percaya, bacalah dengan saksama bagaimana bapak kita, Nabi Adam, saat dikeluarkan dari surga.
Simak pula, bagaimana Nabi Adam berhasil dibuat bingung oleh iblis saat mengatakan, “Tuhanmu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan  supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat, atau menjadi orang-orang yang kekal di dalam surga.” Tak ayal, seseat kemudian pertahanan sang Nabi pun runtuh, setelah iblis bersumpah seraya mengatakan, “Sungguh, aku ini adalah pemberi nasihat bagi kalian berdua.”
Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa siapa saja, apapun kedudukannya, bagaimanapun taatnya; bisa saja terjerumus ke dalam hal-hal yang manusia, mungkin saja menganggapnya tidak mungkin. Jika boleh jadi kemarin ia berhasil membahasakan sempurnanya penghambaan kepada Tuhan, maka tidak menutup kemungkinan kalau hari ini ia tekena wabah 'kesendirian', lalu melakukan hal-hal yang tak layak dan jauh dari nalar sehat.
Paradigma inilah yang seringkali tidak bisa diterima oleh kebanyakan kita. Kita seringkali menatap orang-orang yang membuat kita takjub --dalam ibadah, ilmu, dan perangainya-- dengan tatapan yang infallible, alias tatapan yang membuat orang yang ditakjubi, bebas dari kesalahan dan kritikan.
Kita seringkali lupa dengan tabiat kita sendiri, yang labil secara emosional dan gerak-gerik. Akibatnya, kita hampir saja menahbiskan siapa saja yang kita kagumi layaknya seorang malaikat yang bebas dari salah dan dosa. Bahkan kita terus saja berusaha mencari alibi yang membenarkan orang yang ditakjubi, meskipun sudah terbukti bersalah.
Jikapun anda masih ragu dengan ini semua, maka berikan saya alasan yang logis mengapa Nabi Adam, yang mendapat pengajaran langsung dari Allah, masih bisa dikibuli oleh iblis?
Saya yakin, jawaban yang paling logis adalah karena adanya tabiat humanis yang melekat pada diri sang Nabi. Dan melalui momen inilah --sebagaimana kata Sayyid Qutb-- Allah kembali memberikan pelajaran kepada Adam terkait hakikat dirinya sendiri; yaitu menunjukkan kepada dirinya bahwa ia labil secara emosinal dan gerak-gerik, dan mengingatkan sang Nabi bahwa iblis, adalah musuh bebuyutan manusia hingga hari kiamat kelak.
Akhirnya, sebagai insan yang bernalar sehat, kita harus lebih humanis lagi menatap diri kita sendiri dan orang lain. Ada banyak cara yang bisa menjadikan kita lebih humanis. Salah satunya adalah memegang teguh logika pengalaman; yaitu menjadikan setiap detik yang berlalu sebagai momen berlangsungnya pembelajaran dan bertambahnya kesadaran. Tujuannya adalah agar kita lebih manusiawi lagi. Jika kita melakukan kesalahan pada hari ini, maka merupakan kejanggalan dalam nalar jika kita terjatuh ke jurang kesalahan yang sama.
Jika kita dipermainkan dan dikhianati kemarin, maka tidak mungkin kepercayaan dan respek kita terhadap manusia hari ini, masih dalam porsi yang sama. Jika kita tahu bahwa kebaikan tidak akan mendatangkan apapun selain kebaikan, maka kita tidak akan mendayagunakan waktunya kecuali untuk kebaikan. Begitulah!
Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang dinaungi kasih sayang Allah dalam setiap gerak-gerik kita.

Islamic Missions City, 23 Januari 2014

Ahmad Satriawan Hariadi

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India