Mungkin anda pernah mendengar kata-kata ini, ”Pak, saya mau baju yang ini.” Atau penah melakukan yang ini, "Bu minta duit dong, buat beli baju lebaran.” Kemudian anda akan mendengar jawaban dari mereka, ”Maaf nak, pakai baju lebaran yang kemarin aja ya, Ibu belum ada uang.” atau jawaban seperti ini, “Ini ada uang sedikit, pakai untuk sekedarnya saja ya.”
Itu adalah sekelumit fenomena yang terjadi menjelang lebaran. Mungkin contoh di atas terlalu wah, seakan seperti pentas drama, atau menganggapnya seperti anak kecil yang merengek kepada orang tuanya agar dibelikan baju lebaran seperti teman-temannya yang lain. Memang itu semua adalah tradisi yang sudah sangat mengakar di tengah masyarakat kita. Di samping menjalankan perintah Rasulullah saw untuk mengenakan pakaian terbaik yang kita punya namun bukan berarti membeli yang baru.
Hari raya Idul Fitri memang identik dengan berbagai revolusi dalam hati dan penampilan kita. Tidak bisa disangkal bahwa gemblengan Ramadan selama 1 bulan penuh telah memperkaya hati kita. Kekayaan hati yang dimaksud adalah jiwa yang semakin dekat kepada Allah. Hati yang semakin qana’ah, dada yang dipenuhi dengan kesabaran, rasa takut untuk kembali jatuh ke lembah dosa yang selama ini biasa kita lakukan, apapun bentuknya, dan tentu semangat yang menyala untuk kembali proaktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah yang menunjang keilmuan dan karakter kita.
Selanjutnya dari segi penampilan, sudah tentu tidak mau ketinggalan, semua yang melekat dari ujung rambut hingga ujung kaki serba baru. Perasaan yang begitu bahagia dan tenang, subhanallah!. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?.” Begitulah Allah berulang kali mengingatkan kita.
Namun titik temu (main point) yang ingin saya sampaikan adalah ketika kita dengan begitu bahagia menikmati semua ini, adakah pernah terbesit dalam benak kita untuk sekedar meraba apa yang ada dalam pikiran orang tua kita menjelang lebaran?.
Ah! Tidak usah terlalu lama, kita semua sudah tahu jawabannya. Ternyata di balik semua kebahagiaan itu, ada orang yang jauh-jauh hari telah memutar otak dan memeras keringat untuk mempersiapkan keperluan-keperluan, ya termasuk kebutuhan menjelang lebaran seperti sekarang ini. Namun apa yang kita lihat, dia tetap menampakkan senyuman termanis yang pernah kita lihat. Tidak ada beban sedikitpun. Siapa yang menyangka bahwa dia telah mengeluh dalam batinnya, tak lama kemudian menyandarkan kepada Sang Pencipta. Yang dia adukan adalah bagaimana memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Yang dia adukan adalah bagaimana agar anaknya tidak malu di hadapan teman-temannya karena tidak mempunyai pakaian baru. Yang dia adukan adalah bagaimana agar cara menyelesaikan semua permasalahan itu.
Sudahlah!, kita tidak usah terlalu peka, nanti masalahnya semakin runyam tanpa ada penyelesaiannya. Yang penting kita saling mengingatkan bahwa di balik bahagia, tawa, dan perasaan bangga dengan apa yang ada dalam genggaman kita saat ini sesungguhnya ada keringat yang tidak pernah berhenti menetes dan ada otak yang tidak pernah berhenti berpikir. Rasakanlah, kemudian pikirkan, lalu doakan mereka.
Akhirnya kita sebagai hamba yang fakir kepada Allah senantiasa memohon kepada-Nya agar mereka diampuni dosa-dosanya, dimudahkan segala urusannya, dan dilapangkan rezekinya agar bisa memberikan kita bekal dalam menuntut ilmu. Amin ya Rabbal Alamin. (ASH)
Madinat Buuts Islamiyah Cairo, 30 Ramadan 1431 H.
0 komentar:
Post a Comment