Profesor Dr. Mohammed Ragab El-Bayoumi, Sang Sastrawan Sekaligus Ulama Besar Al-Azhar


Sabtu pagi yang kelam. Beberapa orang terlihat mondar-mandir kebingungan. Ada yang duduk bersandar sambil meneteskan air mata. Ada yang diam membisu menatap kosong. Dia kini telah pergi untuk selama-lamanya. Dunia Sastra Arab berkabung, dan Al-Azhar kembali kehilangan salah satu kader terbaiknya, yaitu sosok sastrawan sekaligus ulama besar. Orang Arab biasa menyebut seseorang yang menguasai berbagai disiplin ilmu dengan ‘alim mausu’i atau ulama ensiklopedis. Dialah Profesor Dr. Mohammed Ragab El-Bayoumi, sang ‘alim mausu’i yang mengusai berbagai macam disiplin ilmu, dan memiliki wawasan yang sangat luas.
El-Bayoumi lahir pada awal Oktober 1923 di Kafr Gadid, salah satu desa di Provinsi Daqahlia yang terletak di Kawasan Delta Mesir, atau biasa disebut Delta. Setelah menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Ma’had Al-Azhar Zaqaziq, El-Bayoumi kemudian melajutkan pendidikan tingginya di Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar Cairo dan selesai pada tahun 1949. El-Bayoumi yang baru lulus S1 tidak langsung melanjutkan program pascasarjananya, dia lebih memilih untuk mengabdikan ilmunya setelah berhasil menggondol gelar Diploma Pendidikan di Institut Pendidikan Tinggi tahun 1950. Setelah beberapa tahun mengajar, El-Bayoumi menyadari bahwa dia harus melanjutkan pendidikannya. Tak ayal, setelah bersusah payah selama bertahun-tahun, dia pada tahun 1967, akhirnya berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Al-Bayan An-Nabawi (Paramasastra Nabi Muhammad) di hadapan para penguji untuk memperoleh gelar doktor dengan predikat Summa Cumlaude.
Dengan gelar doktor yang diraihnya, El-Bayoumi kemudian ditunjuk menjadi dosen di Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar. Sepuluh tahun kemudian, dia mendapatkan gelar akademik tertinggi yaitu Profesor, lalu menjadi Dekan Fakultas Bahasa Arab di Mansoura selama sepuluh tahun. Kemudian menjadi Guru Besar Tamu di berbagai perguruan tinggi, di antaranya Universitas Imam Muhammad ibn Saud, Saudi Arabia. Selain aktif menjadi pembimbing sekaligus penguji ratusan tesis dan disertasi, dia juga aktif mengikuti seminar dan diskusi ilmiah di berbagai forum internasional. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Al-Azhar, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah (Islamic Research Academy), salah satu lembaga tinggi Al-Azhar yang menghimpun para ulama dan pakar dari berbagai disiplin ilmu.
Bakat kepenulisan El-Bayoumi sudah terasah sejak remaja. Hal ini bisa dilihat dari artikel-artikelnya yang sudah dimuat di Majalah Ar-Risalah, sebuah majalah sastra tersohor pada abad abad 20 yang menampung tulisan-tulisan para satrawan terkemuka masa itu diantaranya; Abbas Al-Aqqad, Taha Hussein, Ahmad Amin, Zaki Mubarak, Taufiq Al-Hakim, dan sastrawan-sastrawan lainnya. Tulisan El-Bayoumi yang pertama kali dimuat di majalah tersebut adalah “Ma’na Baitin wa I’rabuhu” pada tahun 1940, sebuah artikel yang menjelaskan kandungan dan nilai estetika puisi milik Al-A’sya, salah satu penyair besar pada zaman Jahiliah.
Dengan demikian, dengan bakat yang diasah semenjak belia, tidak heran jika tulisan-tulisan El-Bayoumi dalam bidang sastra Arab maupun pemikiran-pemikiran Islam banyak dimuat di berbagai majalah; baik di Mesir maupun negara-negara Arab mulai dari era 50-an hingga saat ini. Di antaranya Majalah Al-Azhar (Mesir), Majalah Al-Faisal (Saudi Arabia), Majalah Al-Dhuha (Qatar), Majalah Al-Wa’yu Al-Islami (Kuwait), Majalah Manarul Islam (Uni Emirat Arab), dan masih banyak lagi.
Ketika memimipin majalah Al-Azhar, El-Bayoumi melakukan berbagai macam gebrakan dan membawa majalah tersebut menuju era baru. Dia menetapkan sebuah kebijakan baru dengan mengikutsertakan para pakar dari berbagai disiplin keilmuan guna memperkaya dimensi ilmiah dan cakupan pembaca Majalah Al-Azhar, namun menjunjung tinggi ide dasarnya, yaitu melestarikan turats (warisan budaya dan keilmuan Islam) yang menjadi rujukan utama dalam  memecahkan berbagai persoalan dan  masalah keagamaan. Selain itu, buku-buku bermutu karya para ulama yang menjadi hadiah Majalah Al-Azhar tersebut merupakan ide cemerlang El-Bayoumi.
Selain menulis artikel yang dimuat di mana-mana, El-Bayoumi juga aktif menulis buku. Hingga hari dia menutup mata, tak kurang dari 70 buku karangannya menghiasi berbagai perpustakaan. Delapan di antaranya berupa kumpulan-kumpulan syair, lebih dari sepuluh di bidang sastra dan sejarah yang menceritakan kehidupan para pujangga kontemporer, para pembaharu, dan tokoh-tokoh lainnya. Demikian juga sekitar 20 buku cerita yang dia tulis untuk anak-anak dan remaja.
El-Bayoumi juga memiliki banyak karangan di bidang keislaman antara lain; Al-Bayan Al-Qur’aniAl-Balaghah An-NabawiyahMin Munthalaq Islami (dua jilid), Fi Mizan Al-Islam (dua jilid), Al-Islam wa Ushul Al-Hukm, dan masih banyak lagi. Begitu juga karangan beliau dalam bidang sejarah dan sastra, di antaranya; Adab As-Sirah An-Nabawiyyah ‘inda Ar-Ruwad Al-Mu’ashirin, Baina Al-Adab wa An-Naqd, An-Nahdhah Al-Islamiyah fi Siyar A’lamiha Al-Mu’ashirin (lima jilid), Nazharat Adabiyah (empat jilid), dan lain-lain.
Karena produktivitasnya yang sangat tinggi dalam berkarya, El-Bayoumi menyabet berbagai penghargaan, di antaranya penghargaan Shawqi Award di bidang puisi dari Majelis Tinggi Kesenian dan Sastra Mesir tahun 1960, penghargaan Arabic Academy Award di bidang Literature Studies tahun 1963, penghargaan Arabic Academy Award di bidang Literary Biography tahun 1964, dan lain-lain.
Akhirnya, tepat pada Sabtu pagi tanggal 5 Februari 2011, di tengah hiruk pikuk dan gegap gempita Revolusi Mesir yang dimotori para pemuda semenjak tanggal 25 Januari 2011 dan berakhir dengan jatuhnya Husni Mubarak dari kursi kepresidenan tanggal 11 Februari 2011, sang sastrawan sekaligus ulama besar, sang ‘alim mausu’i  pergi untuk selama-lamanya menghadap Yang Kuasa. Tak pelak, kepergian El-Bayoumi pada usianya yang ke 88; tak hanya meninggalkan duka di kalangan sanak keluarga, melainkan Al-Azhar yang notabene adalah Kiblat Keilmuan Islam, begitu juga dunia sastra Arab, dan tentu Majalah Al-Azhar. Bagaimana tidak, dia telah memberikan kontribusi yang begitu besar, baik dalam bentuk pemikiran-pemikiran keislaman maupun karya-karya kesastraan selama 70 tahun lamanya. Tepat beberapa minggu setelah wafatnya, Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah (Islamic Research Academy) menggelar sidang yang kesepuluh, bertepatan dengan tanggal 24 Februari 2011 yang dipimpin langsung oleh Grand Imam Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Al-Tayyib dalam rangka berbelasungkawa dan menyampaikan langkah-langkah konkret untuk mengenang sang sastrawan sekaligus ulama besar tersebut. []

Islamic Missions City, Agustus 2011
Ahmad Satriawan Hariadi

*Refrensi: Majalah Al-Azhar edisi Maret dan April 2011

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India