Ada dataran suci yang dirindu
sepanjang detik kehidupan
Sementara tangis kawula
bersahutan di kejauhan
Bumi itu diinjak-injak
manusia pongah tak berhati
Menutup penjuru dengan
tangisan dan darah pribumi
Bumi itu murung di penantian
tak berakhir
Rintihan hati ini memikirkannya hingga titik nadir
Ada kawula yang tak mengenal
ringkih demi kemerdekaan
Berhari dan bermalam dengan
semangat millitan
Ada untaian doa sebening
embun untuk bumi yang suci
Bersenandung di bawah terik
dan pekat malam sunyi
Ada uluran keikhlasan dari
punggawa kehidupan
Berdiri seharian di jalanan
untuk jerit tangis penindasan
Menyeka tangis ibu-ibu para
mujahid yang kehilangan
Mengatapi gadis kecil yang
kehilangan ayah di medan
Balita itu baru saja
menghirup napas kehidupan yang gersang
Namun kembali menutup mata di
bawah cahaya lembayung
Ulu hati bayi suci digasak
timah panas yang dilaknati
Namun ia tetap tersenyum
memasuki taman mimpi
Sajak ini berseru di bawah
palang kata yang dirangkai
Ia bercerita, menangis,
berdoa, dan mencintai
Tak bisakah kaum ini
memikirkan tanah suci yang merintih?
Memilah beberapa detik walau
dengan doa-doa ringkih
Sejak ini bercerita tentang
kerinduan pada masjid yang jauh
Tempat utusan Tuhan menyandar
diri mengaku tak lagi kukuh
Kembalilah bumi suci ke
pangkuan keesaan yang diberkati
Biarlah senandung langit
dilantunkan lagi di masjid ini
Salam untuk masjid dan
penduduk tanah suci
Rindu dan cinta ini mengabadi
di bawah mentari
Qa'ah Andalus, 22 Oktober
2012
Ditulis dengan air mata pada
acara konser amal dalam rangka solidaritas untuk rakyat Palestina di Al-Azhar
Conference Center, Nasr City.
0 komentar:
Post a Comment