PENYESALAN

Tiba-tiba malam ini aku merasa begitu terusik dengan karyaku sendiri. Bisa dikatakan, kalau untuk pertama kalinya aku menyesal menulis puisi dalam hidupku. Berawal dari obsesi yang kuat untuk eksis, hingga akhirnya mencoba hal-hal yang aku pikir tabu bagi kebanyakan orang. Memang, aku sangat suka melawan perkara-perkara yang masih abstrak di mataku. Bahkan, aku sangat siap menerima risiko dari perlawananku tersebut.

Puisi tersebut berjudul "Pergi Selamanya", yang kutulis pada tanggal 17 januari kemarin. Belakangan ini, aku dibuat begitu naif oleh puisi tersebut. Bagaimana tidak, puisi tersebut menceritakan perihal seseorang tertinggal menikah oleh orang yang dikaguminya diam-diam. Parahnya lagi, aku mengambil ide dari pernikahan sahabat sekaligus rekanku di Jurnal Himmah, Salsabila.  Akibatnya, persepsi-persepsi miring pun bermunculan bak jamur di musim hujan. Iya, mereka mengira aku terjangkit virus "Galau", karena pernikahan tersebut.

Dalam hati sih aku terkakak-kakak mendengarnya. Sebab, aku berhasil memvisualkan tokoh utama puisi tersebut begitu menyedihkan, dan hampir seperti kenyataaan. Semua instrumen --fakta, opini, maupun khayal-- yang kupakai, hampir akurat 100%, sebab semua yang ada pada diri Salsabila ataupun puisi-puisinya sukses kugunakan sebagai instrumennya, kecuali deskripsi gadis yang jenjang (berpostur tinggi), bermata lentik, cekatan merawat pujangga, dan menerima apa adanya.

Keempat karakteristik itu memang pernah kupakai pada puisiku "Sesal dan Harap" untuk mendeskripsikan gadis salju impianku dalam puisi "Kebahagiaan Mereka dan Obsesiku". Secara eksplisit, karakter pertama dan kedua tersebut memang tidak dimiliki oleh Salsabila. Adapun karakter yang ketiga dan keempat hanya sekedar asumsi belaka, sebab pasangan yang baik --menurut tabiat kaum laki-laki-- adalah pasangan yang perhatian dan qanaah. Aku pun tidak tahu apakah Salsabila memiliki kedua karakter tersebut atau tidak, sebab aku tidak terlalu intens bergaul dengannya.

Kini, puisi "Pergi Selamanya" pun menjadi bumerang bagiku. Selain itu, rasa bersalahku pun menghatui, karena mengusik kebahagiaan orang lain. Kesalahan ini tidak boleh terulang kembali. Jangan sampai, rasa penasaran dan coba-coba untuk membuat puisi galau akibat ditinggal nikah --karena sukses membahasakan indahnya pernikahan Yusuf Nugroho dan Jurishiwa Katsuki dalam puisi "Kebahagiaan Mereka dan Obsesiku"-- jadi pengganggu orang lain. Aku menyadarinya sekarang. Untuk kali ini aku salah. Aku meminta maaf kepada semuanya.

Islamic Missions City, 21 Januari 2013
Ahmad Satriawan Hariadi

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India