Sebuah Kritik

Selain kecermatan/ketelitian (al-Diqqah), salah satu asas dalam kritik sastra adalah al-Tanasuq al-Fanny, yaitu keselarasan/keteraturan; yang memuat di dalamnya keterkaitan teks dari awal hingga akhir, yang mengokohkan pikiran utama teks tersebut; termasuk juga ikatan pikiran dan emosional (al-Rabthu al-Fikry wa al-Syu'ury). Lewat kedua asas itulah para ulama di era modern menyingkap keindahan dan sisi kemukjizatan Alquran.

Aktualisasinya? Tenang saja. Saya punya contoh yang bagus. 

Ada tulisan seseorang yang menyebut Umar ibn al-Khattab sebagai "Singa Paling Cengeng". Pertanyaannya, apa yang anda dapati dalam diri anda ketika mendengar/membaca kata tersebut?

Bagi anda, para penikmat bahasa dan makna, pasti akan merasakan keganjilan ketika melihat seorang Umar --dengan keberanian yang luar bisa dan begitu mudahnya ia tersentuh-- disifati dengan "Singa Paling Cengeng".

Bagaimana tidak, karena kata "cengeng", memiliki konotasi negatif jika dinisbatkan kepada laki-laki dewasa. Anda, sebagai mahasiswa, tidak rela kan dibilang "mahasiswa cengeng"? Kemudian kata"cengeng" juga erat dengan kekanak-kanakan dan kelabilan. Lalu bagaimana halnya jika itu dinisbatkan kepada orang seagung Umar?!

Di sinilah berlaku apa yang disebut dengan ikatan pikiran dan emosional dalam sebuah teks. Bagaimana mungkin singa --dengan kandungan makna positif seperti: keberanian, kedewasaan, kematangan, keteguhan hati, dll.-- disandingkan dengan dengan kata "cengeng", yang secara umum memiliki konotasi berlawanan dengan "singa", bahkan membuat orang yang tersifati dengan kata tersebut, terlecehkan secara maknawi?

Memang, riwayat menyebutkan kalau Umar menangis tersedu-sedu dalam doanya. Namun keterseduan Umar sama sekali bukan menjadi legitimasi untuk menyifatinya dengan kata "cengeng". Akan tetapi menujukkan sempurnanya pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Selain itu, hal tersebut menyiratkan bahwa ia sama sekali tidak rela menujukkan kelemahannya kepada siapapun selain Dia.

Dengan demikian, si penulis seharusnya mencari kata yang maknanya sejalan dengan makna "singa", agar bisa memunculkan keselarasan teks dari awal hingga akhir, dan keserasian antara penggambaran dan perasaan (al-Muthabaqah bayna al-Tashwir wa al-Ihsas)

Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa pemilihan diksi yang akan mewakili makna yang ada dalam diri itu, tidak semudah yang kita bayangkan. Kemudian bagaimana diksi yang kita pilih itu menimbulkan keselarasan dan keserasian dengan ide utama teks. Jadi, jangan sembarangan memilih diksi.


Islamic Missions City, 13 Juni 2013



1 komentar:

Nurul Chasanah said...

Great posting.... ^ ^

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India