Seandainya Mahasiswa Rantau Berpikir


Hidup jauh dari orang tua, namun dengan semua kebutuhan yang serba tercukupi memang indah. Selain itu  tidak ada yang mengatur, apalagi yang memarahi. Bebas bak raja, berikut tanpa merasakan beban sedikitpun.  Enak bukan?, siapapun juga mau seperti itu. Tinggal di rumah atau kos-kosan yang nyaman dengan berbagai fasilitas; sebut saja seperti sepeda motor, laptop, HP, dan kiriman yang tidak pernah tersendat.

Bisa anda bayangkan betapa nikmatnya hidup. Anda tinggal belajar, meneliti, mengkaji, dan akhirnya rampung dengan lulusan terbaik (cumlaude). Orang tua pun pasti bangga,  tidak sia-sia mereka merogoh biaya begitu banyak untuk pendidikan anaknya. Sesaat kemudian dengan bangga menceritakan kesuksesan anaknya, berikut keberhasilannya mendidik kepada para sahabat dan koleganya. Pekerjaaan mudah didapat, jodoh tinggal dipilih. Kira-kira begitulah gambarannya.

Hanya orang yang gila atau orang yang betul-betul bodoh yang tidak menginginkan hal tersebut. Bahkan jika anda bertanya kepada anak kecil, "Dik, besok kalau sudah gede mau jadi apa?." Maka bisa dipastikan jawabannya minimal dokter, kalau tidak, ya presiden. Itu artinya kita semua--baik dari yang paling kecil sampai yang paling uzur sekalipun--tidak ada yang ingin hidup susah apalagi yang tidak ingin sukses,  dan tidak ada yang punya cita-cita yang rendah.

Namun nyatanya semua itu hanya mimpi dan khayalan belaka--yang menurut orang berakal--sangat susah untuk dicapai. "Mengapa?," itulah pertanyaannya. Bukannya menyalahkan atau mendiskriminasi seseorang, hanya saja berusaha serealistis mungkin. Bagaimana mungkin ketika orang yang tidak proaktif dalam kegiatan ilmiah atau kegiatan yang menunjangnya untuk menjadi yang diharapkan--seperti bergabung di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) misalnya--tiba-tiba ingin menjadi seorang presiden. Sepertinya cita-cita tersebut terlalu tinggi, atau minimal guru-lah. Apa yang mau diajarkan?!, tiap hari hanya makan, tidur, cengengesan di depan komputer, pacaran, lalu nongkrong di jalanan. Bahkan ada yang lebih dari itu yang tentu sangat malu dan miris untuk disebutkan. Kita berlindung kepada Allah dari perbuatan keji yang dimaksud. Demikianlah sekian banyak rutinitas tak bermutu mayoritas mahasiswa rantau.

Terkait hal di atas, tentu sesuatu yang paling patut untuk direnungkan adalah tetesan 'air mata harapan' orang tua, saat melepas kepergian kita. Berikut semua fasilitas yang setia menemani dan kita nikmati setiap saat, tidak lain adalah amanah yang bakal dipertanggungjawabkan kelak. Dan jika kita memandang lebih jauh dan berpikir panjang, kita sebenarnya hanya dituntut untuk belajar saja, bukan untuk mencarikan mereka uang. Akan sangat dibenarkan oleh naluri kemanusiaan, jika kita mengambil waktu sejenak dalam kesendirian untuk merenung beberapa saat lamanya, berikut bertanya kepada hati kita tentang hal-hal yang di atas. Dan sudah menjadi lumrah, kalau 'jawaban hati' adalah jawaban yang paling jujur yang pernah ada di muka bumi ini. Namun nyatanya jawaban tersebut selalu terhalang oleh setan-setan dari berbagai macam golongan, berikut berbagai kepentingan, serta obsesi-obsesi buta.

Setelah mendapat jawaban dari renungan sunyi di atas, lantas mari kita meminta ketegasan kepada diri sendiri. "Aku harus berubah," kira-kira begitulah ketegasan yang kita dapatkan. Dengan kata lain, kita telah memupuk harapan dan menyalakan semangat untuk menantang dunia, sehingga kita akan memahami betapa mahal dan berharganya waktu. Dengan begitu, kita tidak akan terus menerus tidur. Kita akan memahami bahwa kita sendirilah yang mengarungi hidup ini, bukan teman-teman nongkrong. Kita akan memahami bahwa  jika kita belajar, maka yang pintar bukan pacar kita. Kita akan memahami bahwa jika kita berusaha, maka kita sendirilah yang menuai hasilnya. Lantas kita akan menjadi orang terdepan dengan fasilitas-fasilitas tersebut. Bahkan akan berbuah surga jika didasarkan kepada Allah. Sebab semangat adalah ruh, penggerak, dan kemenangan.

Selanjutnya berkaca kepada diri sendiri tentu menjadi keharusan, di samping mengingat tujuan kita. Sehingga kita akan merasakan getaran kasih sayang dan harapan orang tua. Maka bisa dibuktikan bahwa kita akan semangat mengikuti perkuliahan. Selain itu, kita akan semangat untuk proaktif dalam setiap kegiatan yang bersifat mendidik dan membangun karakter kita.

Akhirnya kepada mereka yang telah memiliki semangat dan tekad sekuat baja, lihatlah sejenak orang-orang di sekeliling anda. Ada saudara-saudara anda yang membutuhkan dorongan dan ajakan tulus anda. Pasalnya, mereka juga seperti anda, yaitu sama-sama meninggalkan kampung halaman dengan tetesan air mata dan harapan, berikut tanggung jawab yang mereka emban ketika pulang nantinya.

 ُعلى قدر أهل العزم تأتي العزائمُ   وتأتي على قدر الكرام المكارم

Catatan lama yang diedit ulang
Islamic Missions City, Abbasea, Cairo, 10 Ramadan 1431 H

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India