Menjadi Kekasih Allah dengan Bertobat


Ini adalah terjemahan artikel berbahasa Arab yang berjudul “Jaww al-Taubah” (Nuansa Tobat), ditulis oleh Grand Imam Al-Azhar, Prof. Dr. Abdul Halim Mahmud (1910-1978), sebagai artikel pembuka di bukunya yang berjudul “Syahru Ramadhan” (Bulan Ramadan). Semoga terjemahan sederhana ini bermanfaat.
***
Suatu hari Rasulullah saw bersabda, “Aku adalah nabi pembawa tobat.”
Perjalanan panjang menuju kesuksesan dalam mengimplementasikan semua ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw, faktanya, hanya bisa dimulai dengan tobat yang benar-benar murni dan jujur.
Sepanjang hidupnya, Rasulullah saw tidak pernah lepas dari nuansa tobat. Hal ini dibuktikan ketika Rasulullah saw mengatakan, “Wahai manusia, bertobat dan beristigfarlah kalian kepada Allah swt! Aku sendiri beristigfar dan bertobat kepada Allah swt lebih dari 70 kali sehari.” Dalam kesempatan yang berbeda beliau mengatakan, “Wahai manusia, bertobat dan beristigfarlah kepada Allah swt! Aku sendiri beristigfar dan bertobat kepada Allah swt 100 kali sehari.”
Kita harus tahu, bahwa tobatnya Rasulullah saw bukan dari dosa, bahkan tidak mungkin dari dosa; karena beliau adalah orang yang maksum, alias terpelihara dari dosa dan kesalahan. Kita harus tahu, bahwa tobatnya beliau bukan dari kelalaian, bahkan tidak mungkin dari kelalaian. Tetapi, tobat beliau dalam konteks ini, adalah tobat ibadah dan tobat ubudiah. Oleh sebab itu, beliau memperbanyak tobat semata-mata sebagai bentuk peribadatan kepada Allah swt; agar beliau terkategori dalam golongan yang telah digariskan Allah swt dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang memperbanyak tobat.”
Tobat yang jujur dan murni itu memiliki beberapa dampak positif bagi seorang hamba. Pertama, mengeluarkan setan dari hati seorang hamba, sehingga hatinya menjadi suci dan bersih dari kotoran. Inilah tujuan utama dari kejadian pembelahan dada Rasulullah saw. Kita harus tahu bahwa pembelahan dada Rasulullah saw sewaktu balita, dan pengeluaran semua peluang setan untuk menggodanya dari hati beliau; semata-mata bertujuan untuk menyucikan hati beliau. Rasulullah saw pun tumbuh besar dalam keadaan suci dan murni. Jadi, implikasi positif tobat yang pertama, adalah menjadikan hati suci dan bersih secara sempurna.
Kedua, mendatangkan kedamaian dalam hati. Ketika kita mengumpamakan tobat kita seperti pembelahan dada Nabi saw; maka salah satu implikasi tobat yang berulang-ulang, adalah hati kita akan menjadi tenang dan damai. Hal ini terjadi karena ketika seorang hamba bertobat dengan ikhlas dan jujur, ia secara tidak langsung telah membuat dirinya berada dalam naungan ilahi, di mana semua bentuk ketenangan dan kedamaian ada di sana. Tobat yang murni merupakan langkah konkret seorang hamba dalam mengesakan Allah swt. Tobat yang tulus dan murni juga merupakan salah satu aktualisasi dari penyerahan diri dan kepasrahan seorang hamba kepada Allah swt. Maka tidak heran, jika dengan tobat yang tulus dan murni, hati seorang hamba menjadi tenang dan damai. Jika hadis menceritakan bahwa peristiwa pembelahan dada Nabi saw yang pertama bertujuan untuk menghilangkan semua peluang setan untuk menggoda beliau, maka peristiwa pembelahan dada beliau yang kedua bertujuan untuk mengisi hati beliau dengan kedamaian dan ketenangan.
Ketiga, hati penuh terisi dengan kebijaksanaan. Hal didapati dari peristiwa pembelahan dada Rasulullah saw yang ketiga, di mana hati beliau diisi dengan kebijaksanaan. Begitu juga dengan tobat yang kontinu dan konsisten tanpa mengenal kata putus. Hati seorang hamba akan penuh terisi kebijaksanaan. Dan semua hal tadi, secara tidak langsung, akan berujung pada kecintaan Allah kepada hamba yang memperbanyak tobat.
Sehingga makna dari perkataan Nabi saw ‘Aku adalah nabi pembawa tobat’ di awal tulisan ini, adalah aku seorang nabi yang datang untuk menggariskan jalan panjang bagi seorang hamba, yang jika ia mengikutinya dengan baik dan teratur; maka hatinya akan terbebas dari gangguan setan, lalu hatinya akan penuh dengan kedamaian dan ketenangan, kemudian hatinya akan penuh terisi oleh kebijaksanaan, hingga akhirnya hamba tersebut mendapat cinta Allah swt.  
Di akhir tulisan ini, alangkah eloknya menukil cerita yang dibawakan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang seorang Arab Badui yang berziarah ke makam Rasulullah saw. Setelah berada tepat di makam Nabi saw ia berkata, “Assalamualaikum wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah swt telah berfirman dalam Alquran: Jika sekiranya mereka  --setelah menzalimi diri mereka sendiri-- datang kepadamu wahai Muhammad, lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan buat mereka; niscaya mereka akan mendapati Allah Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang. Dan ini, aku telah datang kepadamu wahai Rasulullah, dengan tujuan agar engkau memohonkan ampunan serta memintakan syafaat untukku kepada Allah.”
Sejenak kemudian si Arab Badui tadi bersenandung, “Wahai manusia terbaik yang tulang belulangnya terkubur di bawah sana, sehingga tanah yang menutupi jasadmu menjadi tanah terbaik di bumi. Nyawaku menjadi tebusan untuk kuburanmu, di mana semua kesucian diri dan kedermawanan ada di sana.”
Setelah itu, si Arab Badui tersebut langsung pergi. Kebetulan di dekat dia, ada orang saleh yang menyimak semua yang dia katakan dari awal sampai akhir. Orang saleh itu kemudian tak kuat melawan kantuk sehingga akhirnya terlelap. Dalam tidurnya, dia bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw dan berkata kepadanya, “Apa yang dikatakan si Arab Badui tadi memang benar. Sampaikan kepadanya bahwa Allah swt telah mengampuni dosanya.”                     

Cairo, 6 Ramadan 1440H
Ahmad Satriawan Hariadi

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India