Hubungan Ideal Mahasiswa dengan Politik?


Ada beberapa hal dari dinamika politik mahasiswa yang banyak mengundang tanya. Apakah itu latar belakang yang menyebabkan para mahasiswa pegiat politik ini begitu ngotot dan fanatik terhadap partai tertentu, ataukah semangat berpolitik yang jarang sekali kita temui tandingannya di dalam aktivitas-aktivitas mereka yang lain.

Kemudian dalam berbagai kesempatan, kita seringkali terheran-heran dengan keeksisan politis mereka yang kian menjadi-jadi seiring dekatnya pemilu. Bahkan beberapa kawan mahasiswa ataupun mahasiswi yang selama ini kita kenal sebagai sosok pendiam dan pemalu, kini begitu lantang mengkampanyekan partai mereka, dan tidak segan-segan lagi untuk memamerkan momen-momen politis mereka bersama teman separtai.

Lalu di dalam ranah dunia maya, artikel-artikel politis mereka akhir-akhir ini semakin banyak menghiasi timeline kita. Bahkan tidak jarang kita temui argumen-argumen tendensius mereka, agar kita memilih partai tertentu. Sehingga, semua hal yang berkaitan dengan suksesnya propaganda politis ini, tidak akan luput dari perhatian mereka. 

Kita pun bertanya-tanya, bagaimana partai politik ini masuk ke dalam kehidupan mereka, hingga layaknya sebuah mazhab? Mengapa mahasiswa politik ini begitu intens melakukan aktivitas politiknya? Apa motif yang melatarbelakangi mereka melakukan hal demikian? Lalu seperti apa hubungan ideal mahasiswa dengan politik?

Pertanyaan-pertanyaan di atas, tentu sangat sulit untuk penulis jawab, mengingat penulis --dan harus diakui-- termasuk golongan mahasiswa yang antipati dengan politik praktis ala mahasiswa. 

Namun penulis berani menjamin adanya relasi yang dipaksakan saat mereka  mengaitkan kepentingan politis mereka dengan agama maupun masyarakat. Jika anda tidak percaya, lihatlah editorial media partai politik masisir yang berjudul "Anak-Anak Cinta". Dalam artikel ini anda akan mendapati bagaimana berbagai macam kegiatan sebuah partai politik, yang nyata-nyata dibelakangnya ada kepentingan politis --terlepas dari nilai positif dan negatifnya-- dikait-kaitkan dengan mauqif-mauqif Nabi yang semuanya bersumber dari wahyu. Sungguh jauh antara kepentingan politis kekinian dan wahyu. Sungguh jauh antara cinta Nabi dengan cinta yang di belakangnya ada kepentingan politis. Sungguh jauh antara rahmatan lil alamin dan cinta yang diobaral-obral untuk sebuah suara di parlemen dan beberapa kursi di kementerian.

Penulis juga berani menjamin adanya analisis tendensius, saat membaca media partai politik dan tulisan-tulisan lepas mereka di media sosial. Jika ada ragu, simaklah bagaimana tendensiusnya analisis seorang mahasiswa yang merupakan kader partai tertentu di Mesir. Lihatlah bagaimana ia dengan yakinnya menegaskan bahwa jika Islam tidak didakwahkan lewat kekuasaan, maka Islam hanya akan ada di buku-buku dan masjid-masjid. Tidak hanya itu, ia menambahkan, "Bahkan bisa saja jika buku-buku dan surau-suraunya pun tidak akan dibiarkan ada."

Penulis tidak menafikan pentingnya dakwah lewat kekuasaan. Namun anda tidak bisa mendiskreditkan begitu saja peranan masjid sebagai sekolah sosial dan buku sebagai realisasi intelektual. Jika masih ragu juga, lihatlah Al-Azhar pada Revolusi 1919, ke-Sunni-an rakyat Mesir pada zaman Dinasti Fatimiyah, Muhammadiyah dan pendidikan Indonesia, Hizmet dan Fethullah Gülen, Islam dan proses penyebarannya di nusantara, dan lain-lain.

Semuanya membuktikan bahwa tidak selamanya Islam harus di dakwahkan lewat kekuasaan. Begitu juga tidak selamanya penggunaan kekuasaan selalu berhasil dalam menyebarkan dakwah. Bahkan, tidak jarang jika masjid --yang notabene adalah sekolah sosial-- menjadi hulu revolusi melawan tirani. Jadi, tidak salah jika penulis menegaskan bahwa anda terlalu overaktif dengan kekhawatiran anda yang berlebihan, ketika Islam tidak didakwahkan lewat kekuasaan.

Oleh karena itu, meskipun penulis tidak ikut-ikutan nimbrung ke dalam sebuah partai politik, paling tidak apa yang ditampakkan oleh para mahasiswa pegiat politik --secara verbal maupun literer-- bisa menjadi acuan untuk mengetahui nafsiyah dan aqliyah mereka, terkait dunia politik yang mereka geluti. Sehingga kita, sedikit tidak, bisa meraba-raba jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan mental untuk menjawab tiga pertanyaan pertama. Sedangkan untuk pertanyaan terakhir, penulis menjawabnya dengan menggunakan pendekatan nalar. 

Mari kita jawab tiga pertanyaan pertama tersebut..! Jika kita ingin mengetahui bagaimana partai politik ini masuk ke dalam kehidupan mahasiswa, lalu menjelma layaknya sebuah mazhab, maka setidaknya kita harus tahu sebuah titik yang mempertemukan tabiat mahasiswa dan partai politik tersebut.

Sudah maklum jika mahasiswa selalu terpukau dengan hal-hal yang membakar idealisme mereka. Sudah maklum juga jika darah muda mereka selalu condong kepada hal-hal yang bersifat revolusioner, baik dalam agama maupun negara. Begitu juga dengan hal-hal lain yang menjadi ciri khas gaya pikir dan tabiat mahasiswa. 

Di sisi lain, ada semacam kecocokan antara idealisme yang diusung partai politik tertentu dengan tabiat mahasiswa yang bersangkutan. Sehingga tak ayal, terjadilah pertemuan, lalu kekaguman, hingga diakhiri dengan fusi. Di samping itu, ada semacam asupan mental dari pegiat partai yang senantiasa menjaga keberlangsungan fusi tersebut. Fusi inilah yang menjadikan partai yang didukung oleh mahasiswa layaknya sebuah mazhab, yang secara tidak langsung menuntut penganutnya untuk fanatik dan selalu berbaik sangka terhadap petinggi mazhabnya.

Selanjutnya jika kita ingin tahu mengapa mahasiswa pegiat politik itu begitu intens berkampanye berikut motifnya, maka kita harus kembalikan itu semua kepada petinggi partainya. Iya, para petinggi partai itulah otak dari semua aktivitas mahasiswa dalam kegiatan politisnya. Dengan begitu, anda tidak perlu heran saat melihat kebanyakan para mahasiswa pegiat partai politik, terkait jargon, slogan, dan ekspresi fisik hasil kreativitas petinggi partai; anda saksikan seperti anak-anak yang mengimitasi prilaku orang dewasa. 

Intensitas mereka yang begitu tinggi dalam berkampanye, bisa juga kita kembalikan pada faktor asupan mental petinggi partai terhadap mereka, terlebih jika kegiatan politis ini dikait-kaitkan dengan agama. Sehingga dalam hal ini, secara tidak sadar, kita akan dibuat ternganga oleh jerih payah tanpa batas dan determinasi para mahasiswa pegiat partai politik ini. Anda bisa bayangkan bagaimana kuatnya sebuah fisik dan mental, jika idealisme, darah muda, dan agama; bersatu padu dalam diri seseorang. 

Lalu apakah kehidupan politik semacam ini baik untuk mahasiswa? Secara nalar, kita tidak bisa begitu saja menggeneralisir baik atau tidaknya sesuatu. Karena hal tersebut hanya akan membuat kita terkucilkan, baik dalam kehidupan ilmiah maupun sosial. Oleh sebab itu, di sinilah pentingnya sikap moderat ketika kita dihadapkan pada sebuah permasalahan. Konsep keterbukaan --yang merupakan ciri utama dari kemoderatan-- adalah langkah awal untuk mengetahui baik atau tidaknya kehidupan politik tersebut bagi mahasiswa. 

Jika kehidupan politik yang demikian membuat mahasiswa menjadi tidak peka terhadap komunitasnya, dan berpikiran sempit kerena terbatasnya regional 'kebenaran' pada partai politiknya; maka iklim politik seperti ini jelas tidak baik untuk mahasiswa. Jika partai politik tersebut membuat mahasiswa menjadi overaktif dalam kehidupan politik, lalu mengaitkan hal-hal politis dengan hal-hal tabu dalam agama, sehingga memancing kemarahan saudara seiman; jelas tidak baik juga. 

Akan tetapi jika kehidupan politik membuat mahasiswa menjadi semangat meraih prestasi dan menuntutnya menjadi orang terdepan dalam segala hal; maka tentu sangat dianjurkan. Jika kehidupan politik berhasil menghapus jejak hitam kegagalan mahasiswa dalam merealisasikan idealisme, sehingga tak ada lagi "Gede idealisme nol perbuatan"; maka kenapa tidak.

Dengan penjelasan di atas, setidaknya terbayang di hadapan kita bagaimana hubungan ideal mahasiswa dengan politik.

Islamic Missions City, 1 April 2014
Ahmad Satriawan Hariadi

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India